Selasa, 02 April 2019

Uniqe Child

Setiap manusia memiliki kelebihan. Tentu. Namun yang perlu digarisbawahi adalah kelebihan itu pada bidang tertentu. Namun sayang di negara ini, kita cenderung dididik melawan fitrah, salah satunya menjadi manusia general. Kita dituntut menguasai semua mata pelajaran. Dituntut bisa ini dan itu, dengan sedikit sekali pemahaman bahwa itu belum tentu kita minati. Akibatnya banyak yang mengalami kegagalan narasi dalam menentukan jurusan baik ketika akan memasuki jenjang smk maupun kuliah.

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki kecil, usianya sekitar 7 tahun. Sebut saja Sulaiman. Di usianya 7 tahun sekarang artikulasi anak ini masih kurang jelas, ada beberapa huruf yang tidak bisa diucapkannya dengan jelas, cara belajar anak ini juga cukup lama, serta hapalannya tidak secepat anak yang lain. Perlu kesabaran dan waktu untuk mengajarinya. Dia pun banyak dijaili oleh anak-anak lain karena mudahnya dia menangis, sebut saja cengeng. Namun dia adalah anak yang paling mudah diberi nasihat dibanding anak yang lain. Dia mudah meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dia juga ringan tangan untuk bergotong royong bersama melakukan kebaikan.

Suatu hari anak-anak sedang menghapal doa harian. Duduk melingkari gurunya. Ketika giliran Sulaiman hapalan, dia tidak ada. Tak disangka ketika Sang Guru menoleh ke arah kanan, Sulaiman membersihkan meja-meja duduk yang berantakan akibat dipakai main teman-teman sekelasnya waktu istirahat. Sang Guru pun berkaca-kaca melihatnya. Bayangkan, semua teman-temannya sedang hapalan. Ada 3 halaqoh dalam satu ruangan yang cukup lebar dengan lebih dari 30 anak. Dia tanpa malu membersihkan meja dan menyapu lantai dengan inisiatifnya sendiri. Sang Guru pun terharu melihatnya. Dia tidak marah karena Sulaiman belum hapalan. Sama sekali tidak. Justru dia bangga. Karena dia tahu sesungguhnya tujuan dari sebuah pengetahuan adalah tindakan. Maka pengetahuan tanpa tindakan is nothing. Useless. Tidak lama setelah itu ada beberapa sekitar 3 teman yang membantunya.

Mudah menangis atau cengeng bukanlah tanda kelemahan dia. Jika mereka tahu. Justru itu adalah karunia yang mahal dari Allah. Itu adalah bahasa bakat. Itu tanda kelembutan hatinya. Itu tanda mudahnya dia tersentuh hatinya untuk membantu seseorang yang membutuhkannya. Itu tanda dia orang yang peka terhadap perasaan orang lain.

Lihatlah Umar bin Khattab, orang yang terkenal dengan ketegasannya, banyak yang tidak berani berhadapan dengan dia karena keberaniannya membela kebenaran. Namun tahukah kita? Sungguh dia salah seorang sahabat rasul yang sering menangis, apalagi ketika melihat rakyatnya menderita, apalagi ketika dia melihat masalalunya.

Maka airmata bukanlah sebuah kelemahan. Bisa jadi orang yang selalu terlihat ceria, kuat dan bersemangat di hadapan orang-orang di sekitarnya, justru dia adalah seseorang yang sering menangis di hadapan Tuhannya. Justru airmata itu menguatkannya, sebagai jembatan diturunkannya sakinah di hatinya. Justru airmata menandakan orang yang kuat hatinya karena sering mengingat kesalahan yang diperbuatnya sehingga dia enggan dan malu untuk mengulanginya. Masalalu tak perlu ditutupi dan dikubur dalam-dalam untuk dilupakan. Masalalu ada bukan untuk dilupakan. Melupakannya adalah sia-sia. Melupakannya bisa jadi membuat kita terlena. Cukuplah menjadi pengingat siapa kita dulu, dan bagaimana seharusnya kita sekarang. Cukuplah masalalu menjadi pengingat bahwa kita manusia, yang harus rendah hati, tidak menyombongkan diri karena kita juga pernah salah.

Semangat Sulaiman 😊
Tulisannya tak fokus 1 topik 😁
Tak apa-apa yang penting bahagia dan positif 😉

Tidak ada komentar:

Posting Komentar