Sabtu, 30 Maret 2019

Tak Lekang oleh Jarak, Waktu dan Dimensi

Allah tak pernah mengirim seseorang ke suatu tempat tanpa ada pesan yang tersimpan di dalamnya. Maka mengambil pelajaran dan memaknainya adalah ruh dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih hidup dan bermakna dalam perjalanan kepada-Nya

Beliau adalah perempuan yang sudah memasuki usia senja. Kira-kira 70 tahunan atau lebih. Aku biasa menyebutnya Mbah Ti, Ti bukanlah namanya, hanya panggilan layaknya seorang cucu kepada neneknya. Sebagian besar hidup beliau dijalani dengan kesederhanaan. Namun semua anak-anaknya menjadi orang yang dilimpahi banyak rahmat oleh Allah di dunia ini.
Mbah Ti buta huruf. Dia tidak bisa membaca dan baru mulai belajar ngaji di usianya yang sudah senja, namun semangatnya tiada tara.

Dulu dia terpaksa tidak sekolah demi mengalah pada adik-adiknya. Dia bekerja demi adik-adiknya bisa sekolah. Dia adalah pekerja keras dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Di usianya yang masih gadis dia berjualan gulali di kecamatan. Tentu jarang ditemukan zaman sekarang seorang gadis remaja belasan tahun jualan gulali. Mungkin saja ada. Tapi jarang. Namun bukan itu nilai lebihnya. Melainkan pengorbanan, keikhlasan dan kesabaran beliau dalam menerima kenyataan lah yang perlu menjadi sisi perhatian kita.

Suatu hari ada seorang pegawai kecamatan, bukan pegawai golongan atas melainkan golongan bawah, yang biasanya kerja bersih-bersih di kantor. Allah mengaruniakan karuniaNya pada pegawai ini sebuah perasaan pada gadis penjual gulali yang setiap hari lewat di depan kantornya. Banyak orang berbisik-bisik "Masak dia suka sama gadis penjual gulali itu". Memang pegawai ini juga tidak hidup dalam keadaan wah, namun pada zaman itu menjadi pegawai meski golongan rendah sudah dipandang berbeda di kalangan masyarakat. Apalagi ada tawaran untuk menikahi anak Pak Lurah.

Gadis penjual gulali itupun tak pernah ambil pusing pada omongan orang, pun dengan akhir antara dia dan pegawai itu. Karena dia cukup tahu diri siapa dia dan bagaimana kehidupannya, dibanding anak pak lurah. Maupun pegawai itu sendiri.

Namun begitulah Allah berkehendak, Allah yang paling tahu siapa yang pantas untuk siapa, bukan karena harta, pangkat, gelar atau keturunan. Namun lebih daripada itu. Akupun tak mengetahui pasti alasan pegawai itu lebih memilih gadis penjual gulali ini. Yang pasti mereka menikah dan hidup bersama, di dalam rumah bambu sederhana. Dikaruniai dua putra dan satu putri.

Selama hampir 30 tahun atau lebih mereka tinggal di rumah bambu itu. Hidup sederhana dengan berbagai keterbatasan. Namun Allah yang Maha memutarbalikkan kehidupan seseorang. Anak pertama mereka menjadi pengusaha sukses yang telah mengubah kehidupan mereka menjadi jauh lebih layak.

Ada banyak cerita menarik dari seorang pegawai ini, mungkin kebaikan-kebaikannya lah yang mengantar anak-anaknya menjadi seperti sekarang. (Di cerita yang lain)

Awal tahun 2008 Allah memanggil pegawai itu atau sekitar 11 tahun silam. Kanker hati menjadi asbab dia pergi menghadap Sang Pencipta. Di usia kira-kira 63 tahun. Semoga beliau khusnul khotimah. Aamiin

Pegawai itu di masa hidupnya memiliki tasbih berwarna coklat dengan 99 butir bulatan kayu yang dirangkai sederhana. Hingga beliau wafat, tasbih itu yang sering dipakainya mengingat Allah. Begitulah cerita Mbah Ti. Sekarang tasbih itu yang sering dipakai Mbh Ti untuk mengingat Allah. NIAT MBAH TI MEMAKAI TASBIH ITU, SALAH SATUNYA ADALAH AGAR MBAH KUNG DI ALAM KUBURNYA MENDAPAT MANFAAT DARI APA YANG DIBACANYA UNTUK ALLAH.

Masyaallah. Hebatnya perasaan yang dikaruniakan Allah pada hambaNya. Bersatunya dua insan itu tidak semata-mata hanya berlaku di dunia lalu dilupakan, atau hanya sekedar pemuasan nafsu belaka, atau hanya sekedar pendamping hidup di dunia saja. Tidak. Rasa itu mampu memberi energi tidak hanya dalam hidup di dunia namun juga akhirat.

Jarak yang tidak terkira, waktu yang tak diketahui rentangnya dan dimensi yang berbeda tak akan mampu mengubah rasa yang lahir dari ketulusan hati dan tujuan yang suci. Mbah Ti mengajariku bahwa cinta sejati itu tidak terpisah begitu saja karena kematian. Karena jika cinta itulah yang membuat kita lebih dekat padaNya, maka sangat mudah bukan bagi Allah untuk mempersatukan kita di akhiratNya?
Mungkin itu yang disebut jodoh dunia dan akhirat.

Jadi ingat Habibi yang selalu baca Surat Yasin untuk Ainun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar