Sabtu, 30 Maret 2019

Tak Lekang oleh Jarak, Waktu dan Dimensi

Allah tak pernah mengirim seseorang ke suatu tempat tanpa ada pesan yang tersimpan di dalamnya. Maka mengambil pelajaran dan memaknainya adalah ruh dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih hidup dan bermakna dalam perjalanan kepada-Nya

Beliau adalah perempuan yang sudah memasuki usia senja. Kira-kira 70 tahunan atau lebih. Aku biasa menyebutnya Mbah Ti, Ti bukanlah namanya, hanya panggilan layaknya seorang cucu kepada neneknya. Sebagian besar hidup beliau dijalani dengan kesederhanaan. Namun semua anak-anaknya menjadi orang yang dilimpahi banyak rahmat oleh Allah di dunia ini.
Mbah Ti buta huruf. Dia tidak bisa membaca dan baru mulai belajar ngaji di usianya yang sudah senja, namun semangatnya tiada tara.

Dulu dia terpaksa tidak sekolah demi mengalah pada adik-adiknya. Dia bekerja demi adik-adiknya bisa sekolah. Dia adalah pekerja keras dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Di usianya yang masih gadis dia berjualan gulali di kecamatan. Tentu jarang ditemukan zaman sekarang seorang gadis remaja belasan tahun jualan gulali. Mungkin saja ada. Tapi jarang. Namun bukan itu nilai lebihnya. Melainkan pengorbanan, keikhlasan dan kesabaran beliau dalam menerima kenyataan lah yang perlu menjadi sisi perhatian kita.

Suatu hari ada seorang pegawai kecamatan, bukan pegawai golongan atas melainkan golongan bawah, yang biasanya kerja bersih-bersih di kantor. Allah mengaruniakan karuniaNya pada pegawai ini sebuah perasaan pada gadis penjual gulali yang setiap hari lewat di depan kantornya. Banyak orang berbisik-bisik "Masak dia suka sama gadis penjual gulali itu". Memang pegawai ini juga tidak hidup dalam keadaan wah, namun pada zaman itu menjadi pegawai meski golongan rendah sudah dipandang berbeda di kalangan masyarakat. Apalagi ada tawaran untuk menikahi anak Pak Lurah.

Gadis penjual gulali itupun tak pernah ambil pusing pada omongan orang, pun dengan akhir antara dia dan pegawai itu. Karena dia cukup tahu diri siapa dia dan bagaimana kehidupannya, dibanding anak pak lurah. Maupun pegawai itu sendiri.

Namun begitulah Allah berkehendak, Allah yang paling tahu siapa yang pantas untuk siapa, bukan karena harta, pangkat, gelar atau keturunan. Namun lebih daripada itu. Akupun tak mengetahui pasti alasan pegawai itu lebih memilih gadis penjual gulali ini. Yang pasti mereka menikah dan hidup bersama, di dalam rumah bambu sederhana. Dikaruniai dua putra dan satu putri.

Selama hampir 30 tahun atau lebih mereka tinggal di rumah bambu itu. Hidup sederhana dengan berbagai keterbatasan. Namun Allah yang Maha memutarbalikkan kehidupan seseorang. Anak pertama mereka menjadi pengusaha sukses yang telah mengubah kehidupan mereka menjadi jauh lebih layak.

Ada banyak cerita menarik dari seorang pegawai ini, mungkin kebaikan-kebaikannya lah yang mengantar anak-anaknya menjadi seperti sekarang. (Di cerita yang lain)

Awal tahun 2008 Allah memanggil pegawai itu atau sekitar 11 tahun silam. Kanker hati menjadi asbab dia pergi menghadap Sang Pencipta. Di usia kira-kira 63 tahun. Semoga beliau khusnul khotimah. Aamiin

Pegawai itu di masa hidupnya memiliki tasbih berwarna coklat dengan 99 butir bulatan kayu yang dirangkai sederhana. Hingga beliau wafat, tasbih itu yang sering dipakainya mengingat Allah. Begitulah cerita Mbah Ti. Sekarang tasbih itu yang sering dipakai Mbh Ti untuk mengingat Allah. NIAT MBAH TI MEMAKAI TASBIH ITU, SALAH SATUNYA ADALAH AGAR MBAH KUNG DI ALAM KUBURNYA MENDAPAT MANFAAT DARI APA YANG DIBACANYA UNTUK ALLAH.

Masyaallah. Hebatnya perasaan yang dikaruniakan Allah pada hambaNya. Bersatunya dua insan itu tidak semata-mata hanya berlaku di dunia lalu dilupakan, atau hanya sekedar pemuasan nafsu belaka, atau hanya sekedar pendamping hidup di dunia saja. Tidak. Rasa itu mampu memberi energi tidak hanya dalam hidup di dunia namun juga akhirat.

Jarak yang tidak terkira, waktu yang tak diketahui rentangnya dan dimensi yang berbeda tak akan mampu mengubah rasa yang lahir dari ketulusan hati dan tujuan yang suci. Mbah Ti mengajariku bahwa cinta sejati itu tidak terpisah begitu saja karena kematian. Karena jika cinta itulah yang membuat kita lebih dekat padaNya, maka sangat mudah bukan bagi Allah untuk mempersatukan kita di akhiratNya?
Mungkin itu yang disebut jodoh dunia dan akhirat.

Jadi ingat Habibi yang selalu baca Surat Yasin untuk Ainun.

Jumat, 29 Maret 2019

Awal Sebuah Kemenangan 2

Kesedihan pasca penandatanganan perjanjian hudaibiyah masih tersisa. Tentu. Tak mungkin hilang begitu saja. Kekecewaan sangat dirasakan oleh umat islam. Sampai salah satu sahabat yang terkenal dengan keberanian dan ketegasannya, Umar bin Khattab menghampiri rasulullah.
"Engkau ini rasulullah kan?" Tanya Umar

"Benar aku rasulullah" Jawab rasulullah

"Engkau benar-benar rasulullah kan?" Tanya Umar, dia meyakinkan kembali pernyataannya.

"Benar aku rasulullah"

Umar masih belum bisa menerima, pasalnya rasulullah sendiri yang memerintahkan untuk umroh,
"Bukankah engkau ya Rasul yang memerintahkan kami untuk umroh?" Tentu perintah rasul bukan hanya sekedar keinginan dari hawa nafsunya, karena kita tahu bahwa rasulullah telah dibersihkan hatinya dan merupakan manusia yang terjaga perbuatannya oleh Allah.

Rasul pun menjawab "Iya, tapi aku tidak bilang tahun ini"

Jawaban rasul belum bisa melegakan hati Umar. Dia pun menghampiri Abu Bakar. "Jika ini dari rasul dan Allah, tidak ada keraguan dalam diriku" Begitulah keyakinan Abu Bakar. Meski rasa kecewa tentu dia rasakan. Tapi dia yakin ini adalah takdir dari Allah. Dia yakin selalu ada hal yang ingin disampaikan, dan ada peristiwa yang harus terjadi di balik semua peristiwa ini.

Apakah hanya sahabat yang sedih dan kecewa?
Rasulullah pun manusia, beliau sedih apalagi ketika Umar ragu pada kerasulannya. Kesedihan itu tak berhenti disitu. Rasul pun memerintahkan para sahabat untuk bertahalul karena umroh tidak jadi dilaksanakan. Tiga kali rasul bersabda pada para sahabat, namun tidak ada sahabat yang melaksanakannya. Bayangkan bagaimana sedihnya rasulullah. Rasul pun dengan sedih masuk tenda istri yang menemaninya kala itu yaitu Ummu Salamah. Rasul menceritakan pada istrinya bahwa sahabatnya tidak lagi percaya padanya. Bayangkan teman, rasulullah sampai berkata demikian, betapa hudaibiyah adalah pukulan keras bagi umat islam terutama rasul. Rasul yang paling sedih, kecewa, namun beliau ikhlas menerimanya. Airmata rasul pun jatuh. Lalu bagaimana ini? Sahabat begitu terpukul, sampai enggan untuk bertahalul.

Ummu Salamah memberi saran pada rasul, tanpa berkomentar tentang sikap para sahabat. Ummu Salamah berpendapat agar rasul keluar tanpa sepatah kata pun dan langsung melakukan tahalul.
Rasul pun melaksanakan saran istrinya. Perlahan sahabat melihat apa yang dilakukan rasulullah dan satu persatu mereka mengikutinya. Berat. Tentu itu berat. Belum lagi membayangkan perjalanan ke Madinah dengan tangan hampa dengan kerinduan pada Baitullah yang semakin dalam.

Namun inilah awal dari kemenangan umat islam. Bayangkan kejadian yang begitu memukul perasaan ini, justru pembuka pintu gerbang kemenangan sebelum Fathu Mekah.
Genjatan selama 10 tahun justru memberikan ruang umat islam untuk berdakwah ke berbagai kerajaan tanpa gangguan dari kafir quraisy. Sehingga Fathu Mekah terjadi karena islam semakin kuat dan pengikutnya semakin banyak dengan dukungan dari berbagai daerah.

Ingatlah bahwa dari setiap kejadian selalu ada suatu hal yang ingin disampaikan dan ada suatu peristiwa yang harus terjadi di belakangnya. Tentu setiap manusia pernah mengalami kegagalan, namun gagal bukan berarti akhir dari segalanya justru ketika kamu gagal, yang pertama terjadi sebenarnya kamu telah sukses membuktikan bahwa belum ada riski dan rahmat Allah di dalamnya. Kedua adalah ada suatu hal lain yang lebih besar, yang lebih indah, yang lebih bermakna yang pantas untuk kamu terima. Maka kamu harus gagal disini karena suatu yang besar yang pantas untuk kamu terima tidak ada disini.

Jadi kegagalan adalah awal sebuah pintu gerbang untuk kesuksesan yang lebih besar. Sukses tidak hanya materi tapi juga sukses hati.
Sukses untuk ikhlas
Sukses untuk ikhtiar

Kamis, 28 Maret 2019

Awal Sebuah Kemenangan 1

Ketika itu rasulullah telah hijrah ke Madinah. Enam tahun setelah hijrah, Rasulullah berkeinginan untuk umroh. Tentu keinginan rasulullah bukan berasal dari hawa nafsunya. Meski perseteruan dengan kafir quraisy pasca enam tahun hijrah belum juga reda, umrah pun dilakukan. Seribu empat ratus sahabat ikut dalam umrah. Senjata pun disiapkan untuk berjaga-jaga terhadap serangan kafir quraisy.

Dalam perjalanan, upaya perdamaian terus ditempuh untuk meyakinkan kaum quraisy bahwa kedatangan umat islam untuk ziarah baitullah, bukan yang lain. Namun upaya damai itu kandas. Kaum quraisy mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid (belum masuk islam) untuk menghadang perjalanan umat islam. Mendengar kabar itu, rasulullah mengubah rute perjalanan. Beliau memilih jalan yang sempit, berliku-liku dan penuh perjuangan dalam melaluinya. Tekad mereka bulat. Semangat mereka berkobar.
Setelah Khalid bin Walid mengetahui bahwa rasulullah telah mengubah rute, dia kembali ke Mekah untuk bergabung dengan pasukan lain.

Sampailah rasulullah di sebuah tempat yaitu Hudaibiyah, umat islam berhenti disini. Rasulullah masih terus berusaha bermediasi. Kali ini rasulullah berniat mengirim Umar bin Khattab, beliau pun meminta bagaimana pendapat Umar. "Mereka banyak yang membenciku karena kerasnya sikapku ya Rasul, dan bani Adiy pun tak akan membelaku, aku rasa ini kurang efektif" (Inti pendapat Umar) Umar mengusulkan untuk mengirim Ustman bin Affan.

Ustman pun berangkat. Benar pendapat Umar, Ustman disambut dengan baik, bahkan dia dipersilakan untuk melakukan thawaf. Namun dia enggan melakukannya sebelum rasulullah terlebih dahulu. Mediasi berjalan alot, sehingga sempat tersebar isu bahwa Ustman telah dibunuh.

Akhirnya Ustman datang. Datang pula perwakilan dari kaum quraisy yaitu Suhail bin Amr. Kaum Quraisy menghendaki adanya perjanjian diantara mereka. Suhail pun mengutarakan poin-poin perjanjian itu. Berikut beberapa diantaranya:
1. Genjatan senjata selama 10 tahun
2. Umat islam diijinkan masuk ke Mekah untuk ziarah TAHUN DEPAN
3. Umat Islam yang ingin mengkuti kaum kafir diijinkan dan dibiarkan namun apabila ada kaum kafir yang ingin mengikuti umat islam HARUS ADA IZIN DARI WALINYA

Bayangkan jarak Madinah dan Mekah 490 km ditempuh dengan onta dan berjalan kaki. Tinggal 22 km untuk sampai ke Mekah. Kini mereka harus kembali ke Madinah, bagaimana perasaan kita? Bagaimana perasaan mereka? Ali merasa berat untuk menulis dan menyetujui semua perjanjian itu. Terlebih ketika nama Muhammad rasulullah ditolak kafir quraisy sebagai nama terang dalam perjanjian. Ali kekeh tidak ingin menghapusnya. Rasulullah pun tanpa marah meminta Ali untuk menunjukkan letak namanya dan diganti muhammad bin Abdullah. Rasulullah dengan ikhlas menerima semua perjanjian itu. Meski mereka sudah berniat umroh.

Betapa kecewanya umat islam, betapa pedih dan teriris hati mereka tatkala jarak sejauh itu mereka tempuh, Mekah sudah di depan mata, mereka harus mengubur kerinduan pada Baitullah. Memendamnya dalam sebuah kesabaran. Apa mereka tidak marah? Tentu mereka kesal dan marah. Tapi mereka menahannya.

Terlebih ketika Abu Jandal bin Suhail anak dari Suhail bin Amr berlari dari Mekah ke Hudaibiyah untuk mengikuti umat islam, hanya beberapa saat setelah perjanjian itu disepakati. Hanya beberapa saat. Namun dia harus mengubur semua keinginannya karena Suhail sebagai walinya tidak memberi izin. Harapan bisa bergabung dengan umat muslim yang menjadi energi dia berlari dari mekah ke hudaibiyah lenyap seketika. Sedih, airmata pun membasahi pipi Abu Jandal dan pipi umat islam. Tidak ada yang tersenyum kala itu kecuali kafir quraisy. "Kita sudah membuat perjanjian dan kita harus menepatinya, bersabarlah kamu wahai Abu Jandal"

Hari itu Hudaibiyah menangis. Hudaibiyah menjadi saksi sebuah kisah epik yang menyayat hati, membendung emosi dan memendamnya dalam-dalam. Namun siapa yang sangka dari Hudaibiyah inilah Kemenangan Umat Islam dimulai.

Sabtu, 23 Maret 2019

Si Lugu yang Selalu Ceria

Sepertinya kisah ini bisa menjadi jembatan untuk kita bersyukur dan berhati-hati dalam perjalanan hidup ini.

Sebut saja namanya Sinta. Anak kecil yang masih berusia sekitar 4-5 tahun. Ibunya ada di Jakarta untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sinta sendiri tinggal bersama bibinya di Sreseh. Dulu dia lahir tanpa ada ayah disisinya. Ayahnya meninggalkan ibunya karena tidak terima ada dia di rahim ibunya. Aku lupa persisnya apakah ayahnya sudah menikahi ibunya ketika ada Sinta atau belum.
Sinta tidak tahu bagaimana wajah ayahnya.

Suatu ketika langit mendung dan angin begitu kencang meniup dari arah laut. Anak-anak dipulangkan lebih awal. Sinta dan satu anak laki-laki saja yang belum dijemput. Aku duduk di depan Sinta sambil bercanda. Tiba-tiba hening sekejap. Tak lama berselang dengan senyum di bibirnya Sinta berkata, "Tidak ada ayah Sinta di rumah".
Bergetar ketika mendengarnya. Mengapa tiba-tiba dia berkata seperti itu? Entahlah apa yang ada di benak anak kecil ini.

"Dimana ayah Sinta?" Aku mencoba bertanya untuk mengetahui seberapa jauh logikanya.

"Sinta ndak tahu, di rumah tidak ada. Tidak tahu dimana"

Mungkin inilah awal Sinta harus menerima keadaan. Terlepas dari pengertian tentang ayah yang ada di benaknya. Bagaimanapun ayahnya memang telah pergi dan dia tidak tahu dimana. Cepat atau lambat, meski ia mencari dan bingung, pada akhirnya dia harus menerima kenyataan bahwa ayahnya entah dimana.

Sepahit apapun kenyataannya. Itulah yang harus diterima. Sinta mungkin terlahir dari sebuah kesalahan. Entah siapa yang salah menurut versi masing-masing, yang jelas semua sudah terjadi. Pena telah mengering. Tiada hal yang lebih berarti selain memberinya pengertian terbaik, pemahaman yang berarti agar ada sebuah keikhlasan atas apa yang terjadi.

Kadang hidup ini keras dan kejam pada sebagian orang untuk menguji kesabarannya. Terkadang hidup begitu baik dan sangat baik kepada sebagian orang pula untuk menguji seberapa kita bersyukur.

Jumat, 22 Maret 2019

Love Them, Mom and Dad

Ada seorang anak laki-laki yang sekarang duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Sebut saja namanya Budi.
Ibu Budi sudah meninggal beberapa bulan setelah melahirkannya, dikarenakan penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan. Dia tidak tahu bagaimana wajah ibunya. Tidak ada yang tahu siapa ayah dari Si Budi. Karena dia dikandung ibunya ketika berada di Malaysia. Ibunya pun beberapa kali cerai lalu menikah lagi. Tidak ada yang tahu dia menikah dengan siapa di Malaysia. Sekarang Budi tinggal dengan kerabat ibunya.

Waktu kecil dia pernah dititipkan ke suatu panti asuhan dari sebuah lembaga zakat. Disana dia sering mengalami bullying oleh teman-temannya. "Kamu bodoh." Itu yang sering dia dengar. Entah sudah berapa kali dia mendengar kata itu terlontar dari temannya. Sampai-sampai masuk ke alam bawah sadarnya. Akhirnya dia dipulangkan karena takut keadaan psikologisnya semakin mengkhawatirkan.

Di lingkungan rumahnya dia diasuh dengan keras. Tidak ada ibu atau ayah. Entah sudah berapa juta sel di otaknya yang putus akibat nada-nada tinggi yang dilontarkan padanya. Semua masa lalu itu terlihat begitu jelas mempengaruhi dia sekarang. Cara bicaranya yang kaku dan kurang jelas. Susah sekali mengungkapkan beberapa kata. Tidak bisa dinasihati dengan cara yang lembut. Gerakannya tidak terkendali ketika bermain. Bahkan sudah kelas 4 sekolah dasar dia belum bisa membaca dengan lancar. Bayangkan, membaca saja belum lancar apalagi memahami? Betapa tersiksanya dia di dalam kelas.

Kata nakal melekat pada diri Si Budi. Karena dia tidak bisa diam. Padahal anak-anak seperti ini sesungguhnya mengalami tekanan yang dalam. Apalagi ketika ada yang berkata "Dia anak yatim" atau yang menceritakan masa lalunya di depan dia. Entah bagaimana perasaannya kala itu.

Terenyuh ketika suatu hari ada yang menyakiti dia. Budi tak pernah menangis, jarang sekali. Namun hari itu dia menangis dan terdengar dari bibirnya "ibuk ibuk". Lihatlah, bahwa dia juga rindu pada sosok ibu. Namun tak akan pernah dia dapati lagi ibu di dunia ini. Sungguh dia pasti juga ingin seperti anak-anak lain, ketika menangis, ada ibu yang datang dan membelanya. Namun itu tak akan pernah terjadi. Maka menangis sangat jarang dia lakukan, karena dia tahu bahwa tak ada yang akan datang dan membela dia.

Bersyukurlah bahwa kita masih mendapati orangtua kita lengkap terlepas dari berbagai kekurangan mereka. Bersyukur karena kita tak terlahir seperti Budi. Aku mungkin tak akan sanggup menghadapinya. Aku tak bisa membayangkan terlahir tanpa pernah bisa melihat wajah mereka. Bagaimanapun dibanding orang lain, orangtua kitalah yang paling menyayangi kita. Tempat bercerita, mengungkapkan keluh kesah. Merekalah salah satu bukti bahwa Allah ar rahman dan ar rahim. Karena Allah ar rahman maka Allah memberi fitrah agar orangtua sayang pada anak-anaknya.

Love our parents

Presidenku

Sebentar lagi pesta demokrasi di negara ini akan dimulai. Setiap orang berhak memilih siapa yang akan jadi presiden sesuai harapannya. Harapan setiap orang itu berbeda. Tentu saja. Namun harus disadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Siapapun nantinya yang akan terpilih, jangan sampai menghentikan setiap untaian doa dan harapan yang dilantunkan untuk negeri ini di hadapan Yang Kuasa

Berikut kutipan sosok pemimpin yang diharapkan dapat memimpin negeri ini.

Pemimpin. ketika mendengar kata itu pasti tergambar sesosok sempurna menurut versi masing-masing orang. Itu berat. Karena setiap orang menggambarnya berbeda. Jika menguntungkan bagiannya maka itulah pemimpin ideal menurut versi A. Dan jika tidak menguntungkan versi A maka pemimpin itu tak diharapkan bagi penganut versi A.

Sebagai anak muda saya ingin menggores tinta tentang seorang pemimpin bukan dari versi ini dan itu namun pemimpin yang saya harapkan.

Pemimpin harapan saya adalah pemimpin yang berpikir positif dan berjiwa besar.
Pemimpin yang berpikir positif adalah pemimpin yang memiliki cita-cita masa depan yang menantang yang melibatkan banyak anak muda untuk ikut andil memegang mimpi itu bersama-sama. Pemimpin yang kata-katanya dapat menggerakkan menuju perubahan positif bukan kata2 kritif berbau profokasi. Memimpin sendirian itu berat Lho. Pemimpin juga perlu pemimpin-pemimpin kecil disekitarnya. Pemimpin yang fokus pada hal-hal yang positif yang dimiliki akan mampu menemukan akar suatu permasalahan sebagai penyelesaian masalah. Bukan hanya fokus pada masalah dan mencari siapa yang salah dan bukan pula rakus dengan hal yang negatif sehingga yang positif dan berpotensi justru hilang ditelan bumi.

Pemimpin yang berjiwa besar adalah  Pemimpin yang tidak goyah menerima kritik, dan mau menerima perubahan positif. Tidak malu mengakui kesalahan dan berani mengambil keputusan yang besar karena dia yakin dan percaya dia bisa menggapainya. Pemimpin yang berjiwa besar tidak mudah marah dan emosi ketika banyak orang tidak menyukainya, karena dia tahu betul mengapa mereka melakukannya. Selama dia memegang kebenaran, ejekan, cacian, hinaan, kritik bukanlah penghalang baginya untuk terus melangkah.

Ketahuilah jiwa seorang pemimpin itu sudah terlihat dari bagaimana dan apa yang dibicarakannya.

Jumat, 08 Maret 2019

Pencerita yang Sederhana

Allah selalu memiliki alasan mengapa kita dipertemukan dengan seseorang atau sesuatu. Hal itu selalu membuatku mencari apa alasan itu. Karena aku yakin pasti ada suatu hal yang ingin Allah ajarkan padaku dan sampaikan padaku, suatu hikmah maupun ilmu melalui orang itu. Salah satunya adalah orang ini, seorang pendongeng kisah islami beliau bernama Hadiyan Maryadi ketua persaudaraan pencerita muslim Jatim. Beliau adalah pencerita yang sudah banyak dikenal di Surabaya dan jadwalnya pun cukup padat. Hampir setiap hari beliau diundang untuk mengisi acara. Beliau tak pernah menarik tarif berapa yang diberikan padanya namun jika aku boleh mengira-ngira berdasarkan pengalaman ingin mengundang beliau melalui Komunitas Cinta Anak satu kali mengisi fee beliau adalah 1.000.000 bayangkan jika beliau mengisi satu hari satu kali, kita kalikan hari aktif dalam satu bulan yaitu 25 hari maka rata2 penghasilan beliau setiap bulan adalah 25.000.000 tentu itu boleh dibilang penghasilan yang besar secara rata-rata karena beliau mengisi acara kadang 1-2 jam. Belum lagi jika satu hari beliau mengisi di beberapa tempat.

Namun bukan hal itu yang membuatku takjub pada beliau, sama sekali bukan.

Inilah kisahnya

Suatu hari saya bersama rekan seperjuangan di Sreseh ingin mengundang beliau namun tidak melalui Komunitas Cinta Anak. Kami ingin menghadirkan acara yang berbeda di Sreseh ini. Belum pernah ada acara seperti ini. Penyusunan acara dimulai satu bulan sebelumnya. Dan sudah kami komunikasikan dengan Kak Hadiyan yang hanya memiliki jadwal kosong tanggal 28 Februari namun kami masih menunggu keputusan panitia tentang tanggalnya.

Suatu hari di awal Februari saya sebagai ketua penyelenggara jatuh sakit sehingga harus opname dan dibawa ke Surabaya. Lalu saya harus menjalani masa pemulihan di rumah selama dua minggu. Sehingga saya kembali ke Madura sekitar tgl 23 Februari.

Hari ini tanggal 27 februari pagi, saya sapa Kak Hadiyan 'sampai bertemu besok di Sreseh Kak'
Dan beliau bingung karena percakapan kami sebelumnya masih belum fix.

Saya pikir saya sudah memberikan nomor Kak Hadiyan kepada pembimbing saya ketika saya sakit, namun ternyata itu hanya halusinasi.
Akhirnya bingung. Semua sudah siap dan pembicara ndak ada. How can?
Alhamdulillah Kak Hadiyan memiliki teman untuk menggantikannya. Meski terselip rasa kecewa karena belum bisa melihat show nya.

Alhamdulillah kak anshori dapat mengambil hati audience. Dan alhamdulillah lagi nanti saat wisuda, madrasah akan mengundang Kak Hadiyan. Kali ini aku pastikan beliau hadir dan dapat memberikan anak-anak ilmu melalui penyampaiannya yang unik.

"Kak temanya rindu rasul ya, supaya anak-anak belajar mencintai dan meneladani rasulnya" kataku memberi informasi pada Kak Hadiyan
"Ok siaaap, transportasinya nanti bagaimana ya?"
"Biasanya kak hadiyan kalau diundang bagaimana transportasinya?"
"BIASANYA SAYA NAIK BUS LALU TURUN DAN DIJEMPUT PANITIA"
"Ha? Kaka naik bus? Sungguh?"
"Iya mas" namaku lebih cocok untuk laki-laki, selalu dipanggil mas, sepertinya foto profilnya harus foto perempuan 😣
"Baiklah nanti akan dijemput di Blega oleh panitia Kak. Keren Kak perjuangan Kaka"

Kesederhanaan ayah dengan ... (ndak tahu anak Kak Hadiyan berapa) anak inilah yang membuatku takjub. Tindakan lebih berbekas memberikan teladan dibanding sekedar kata-kata.

Masih banyak orang di luar sana yang memiliki semangat perubahan yang luar biasa. Halangan dan rintangan pasti ada namun itu bukan suatu alasan untuk berhenti, justru itu menjadi jalan penemuan ide kreatif untuk mengatasinya.

Semoga bisa meneladani beliau.
😊