Ada seorang anak laki-laki yang sekarang duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Sebut saja namanya Budi.
Ibu Budi sudah meninggal beberapa bulan setelah melahirkannya, dikarenakan penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan. Dia tidak tahu bagaimana wajah ibunya. Tidak ada yang tahu siapa ayah dari Si Budi. Karena dia dikandung ibunya ketika berada di Malaysia. Ibunya pun beberapa kali cerai lalu menikah lagi. Tidak ada yang tahu dia menikah dengan siapa di Malaysia. Sekarang Budi tinggal dengan kerabat ibunya.
Waktu kecil dia pernah dititipkan ke suatu panti asuhan dari sebuah lembaga zakat. Disana dia sering mengalami bullying oleh teman-temannya. "Kamu bodoh." Itu yang sering dia dengar. Entah sudah berapa kali dia mendengar kata itu terlontar dari temannya. Sampai-sampai masuk ke alam bawah sadarnya. Akhirnya dia dipulangkan karena takut keadaan psikologisnya semakin mengkhawatirkan.
Di lingkungan rumahnya dia diasuh dengan keras. Tidak ada ibu atau ayah. Entah sudah berapa juta sel di otaknya yang putus akibat nada-nada tinggi yang dilontarkan padanya. Semua masa lalu itu terlihat begitu jelas mempengaruhi dia sekarang. Cara bicaranya yang kaku dan kurang jelas. Susah sekali mengungkapkan beberapa kata. Tidak bisa dinasihati dengan cara yang lembut. Gerakannya tidak terkendali ketika bermain. Bahkan sudah kelas 4 sekolah dasar dia belum bisa membaca dengan lancar. Bayangkan, membaca saja belum lancar apalagi memahami? Betapa tersiksanya dia di dalam kelas.
Kata nakal melekat pada diri Si Budi. Karena dia tidak bisa diam. Padahal anak-anak seperti ini sesungguhnya mengalami tekanan yang dalam. Apalagi ketika ada yang berkata "Dia anak yatim" atau yang menceritakan masa lalunya di depan dia. Entah bagaimana perasaannya kala itu.
Terenyuh ketika suatu hari ada yang menyakiti dia. Budi tak pernah menangis, jarang sekali. Namun hari itu dia menangis dan terdengar dari bibirnya "ibuk ibuk". Lihatlah, bahwa dia juga rindu pada sosok ibu. Namun tak akan pernah dia dapati lagi ibu di dunia ini. Sungguh dia pasti juga ingin seperti anak-anak lain, ketika menangis, ada ibu yang datang dan membelanya. Namun itu tak akan pernah terjadi. Maka menangis sangat jarang dia lakukan, karena dia tahu bahwa tak ada yang akan datang dan membela dia.
Bersyukurlah bahwa kita masih mendapati orangtua kita lengkap terlepas dari berbagai kekurangan mereka. Bersyukur karena kita tak terlahir seperti Budi. Aku mungkin tak akan sanggup menghadapinya. Aku tak bisa membayangkan terlahir tanpa pernah bisa melihat wajah mereka. Bagaimanapun dibanding orang lain, orangtua kitalah yang paling menyayangi kita. Tempat bercerita, mengungkapkan keluh kesah. Merekalah salah satu bukti bahwa Allah ar rahman dan ar rahim. Karena Allah ar rahman maka Allah memberi fitrah agar orangtua sayang pada anak-anaknya.
Love our parents
Tidak ada komentar:
Posting Komentar