Kamis, 28 Maret 2019

Awal Sebuah Kemenangan 1

Ketika itu rasulullah telah hijrah ke Madinah. Enam tahun setelah hijrah, Rasulullah berkeinginan untuk umroh. Tentu keinginan rasulullah bukan berasal dari hawa nafsunya. Meski perseteruan dengan kafir quraisy pasca enam tahun hijrah belum juga reda, umrah pun dilakukan. Seribu empat ratus sahabat ikut dalam umrah. Senjata pun disiapkan untuk berjaga-jaga terhadap serangan kafir quraisy.

Dalam perjalanan, upaya perdamaian terus ditempuh untuk meyakinkan kaum quraisy bahwa kedatangan umat islam untuk ziarah baitullah, bukan yang lain. Namun upaya damai itu kandas. Kaum quraisy mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid (belum masuk islam) untuk menghadang perjalanan umat islam. Mendengar kabar itu, rasulullah mengubah rute perjalanan. Beliau memilih jalan yang sempit, berliku-liku dan penuh perjuangan dalam melaluinya. Tekad mereka bulat. Semangat mereka berkobar.
Setelah Khalid bin Walid mengetahui bahwa rasulullah telah mengubah rute, dia kembali ke Mekah untuk bergabung dengan pasukan lain.

Sampailah rasulullah di sebuah tempat yaitu Hudaibiyah, umat islam berhenti disini. Rasulullah masih terus berusaha bermediasi. Kali ini rasulullah berniat mengirim Umar bin Khattab, beliau pun meminta bagaimana pendapat Umar. "Mereka banyak yang membenciku karena kerasnya sikapku ya Rasul, dan bani Adiy pun tak akan membelaku, aku rasa ini kurang efektif" (Inti pendapat Umar) Umar mengusulkan untuk mengirim Ustman bin Affan.

Ustman pun berangkat. Benar pendapat Umar, Ustman disambut dengan baik, bahkan dia dipersilakan untuk melakukan thawaf. Namun dia enggan melakukannya sebelum rasulullah terlebih dahulu. Mediasi berjalan alot, sehingga sempat tersebar isu bahwa Ustman telah dibunuh.

Akhirnya Ustman datang. Datang pula perwakilan dari kaum quraisy yaitu Suhail bin Amr. Kaum Quraisy menghendaki adanya perjanjian diantara mereka. Suhail pun mengutarakan poin-poin perjanjian itu. Berikut beberapa diantaranya:
1. Genjatan senjata selama 10 tahun
2. Umat islam diijinkan masuk ke Mekah untuk ziarah TAHUN DEPAN
3. Umat Islam yang ingin mengkuti kaum kafir diijinkan dan dibiarkan namun apabila ada kaum kafir yang ingin mengikuti umat islam HARUS ADA IZIN DARI WALINYA

Bayangkan jarak Madinah dan Mekah 490 km ditempuh dengan onta dan berjalan kaki. Tinggal 22 km untuk sampai ke Mekah. Kini mereka harus kembali ke Madinah, bagaimana perasaan kita? Bagaimana perasaan mereka? Ali merasa berat untuk menulis dan menyetujui semua perjanjian itu. Terlebih ketika nama Muhammad rasulullah ditolak kafir quraisy sebagai nama terang dalam perjanjian. Ali kekeh tidak ingin menghapusnya. Rasulullah pun tanpa marah meminta Ali untuk menunjukkan letak namanya dan diganti muhammad bin Abdullah. Rasulullah dengan ikhlas menerima semua perjanjian itu. Meski mereka sudah berniat umroh.

Betapa kecewanya umat islam, betapa pedih dan teriris hati mereka tatkala jarak sejauh itu mereka tempuh, Mekah sudah di depan mata, mereka harus mengubur kerinduan pada Baitullah. Memendamnya dalam sebuah kesabaran. Apa mereka tidak marah? Tentu mereka kesal dan marah. Tapi mereka menahannya.

Terlebih ketika Abu Jandal bin Suhail anak dari Suhail bin Amr berlari dari Mekah ke Hudaibiyah untuk mengikuti umat islam, hanya beberapa saat setelah perjanjian itu disepakati. Hanya beberapa saat. Namun dia harus mengubur semua keinginannya karena Suhail sebagai walinya tidak memberi izin. Harapan bisa bergabung dengan umat muslim yang menjadi energi dia berlari dari mekah ke hudaibiyah lenyap seketika. Sedih, airmata pun membasahi pipi Abu Jandal dan pipi umat islam. Tidak ada yang tersenyum kala itu kecuali kafir quraisy. "Kita sudah membuat perjanjian dan kita harus menepatinya, bersabarlah kamu wahai Abu Jandal"

Hari itu Hudaibiyah menangis. Hudaibiyah menjadi saksi sebuah kisah epik yang menyayat hati, membendung emosi dan memendamnya dalam-dalam. Namun siapa yang sangka dari Hudaibiyah inilah Kemenangan Umat Islam dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar